Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Etika Bermedia Digital

Etika bermedia digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari

Etika Bermedia Digital


Dasar

● Dasar 1: Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata krama, dan etika berinternet (netiquette)

● Dasar 2: Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang mengandung hoax dan tidak sejalan, seperti: pornografi, perundungan, dll.

● Dasar 3: Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di ruang digital yang sesuai dalam kaidah etika digital dan peraturan yang berlaku

● Dasar 4: Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan berdagang di ruang digital yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Topik

Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap muka yang menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Etika kontemporer adalah etika elektronik dan digital yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global. Maka, ruang lingkup etika dalam dunia digital menyangkut pertimbangan perilaku yang dipenuhi kesadaran, tanggung jawab, integritas (kejujuran), dan nilai kebajikan. Baik itu dalam hal tata kelola, berinteraksi, berpartisipasi, berkolaborasi dan bertransaksi elektronik.

Kesadaran maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan sesuatu dengannya ‘tanpa sadar’ sepenuhnya. Kesadaran adalah kondisi individu yang menyediakan sumber daya secara penuh ketika menggunakan media digital, sehingga individu tersebut memahami apa saja yang sedang dilakukannya dengan perangkat digital. Tanggung jawab berkaitan dengan dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan. Maka bertanggung jawab artinya adalah kemauan menanggung konsekuensi dari tindakan dan perilakunya dalam bermedia digital. Sementara itu, kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan derajat sesama manusia atau kualitas kehidupan bersama, dan integritas adalah prinsip kejujuran sehingga individu selalu terhindar dari keinginan dan perbuatan untuk memanipulasi, menipu, berbohong, plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital (Frida dkk, 2021 dalam Frida dan Astuti, 2021). Empat prinsip etika tersebut menjadi ujung tombak self-control setiap individu dalam mengakses, berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital, sehingga media digital benar-benar bisa dimanfaatkan secara kolektif untuk hal-hal positif.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang urgensi penerapan etika bermedia digital. Pertama, penetrasi internet yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Bukan saja jumlah dan aksesnya yang bertambah. Durasi penggunaannya pun meningkat drastis. Kedua, perubahan perilaku masyarakat yang berpindah dari madia konvensional ke media digital. Karakter media digital yang serba cepat dan serba instan, menyediakan kesempatan tak terbatas dan big data, telah mengubah perilaku masyarakat dalam segala hal, mulai dari belajar, bekerja, bertransaksi, hingga berkolaborasi. Ketiga, situasi pandemi COVID-19 yang menyebabkan intensitas orang berinteraksi dengan gawai semakin tinggi, sehingga memunculkan berbagai isu dan gesekan. Semua ini tak lepas dari situasi ketika semua orang berkumpul di media guna melaksanakan segala aktivitasnya, tanpa batas.

Dalam lanskap informasi, media digital menyatukan pengguna Internet dari beragam budaya dan kelompok usia. Media digital juga digunakan oleh siapa saja yang berbeda latar pendidikan dan tingkat kompetensi. Karena itu, dibutuhkan panduan etis dalam menghadapi jarak perbedaan-perbedaan tersebut. Selain itu, diperlukan kontrol diri (self-controlling) dalam menggunakan media digital, yang disebut dengan Etika Digital.

Salah satu bentuk tantangan muncul dari keragaman kompetensi setiap individu yang bertemu di ruang digital. Ada generation gap yang menunjukkan perbedaan perilaku antara native generation dan migrant generation dalam kecakapan digital. Generasi ini juga berbeda budaya karena memiliki pengalaman etiket yang berbeda antara luring dan daring. Keragaman kecakapan digital dan budaya membawa konsekuensi perbedaan dalam berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital. Tantangan selanjutnya adalah banyaknya konten negatif di media digital yang disikapi secara tidak sepantasnya oleh netizen Indonesia. Laporan Digital Incivility Index 2021 menempatkan Indonesia pada posisi paling rendah—yang artinya, tingkat ketidaksopanan netizen Indonesia paling tinggi di Kawasan Asia Tenggara.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka rencana pengembangan modul Etis Bermedia Digital adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan modul dengan secara khusus membidik kelompok-kelompok minoritas atau yang termarjinalkan seperti difabel, anak, perempuan, lansia, dan masyarakat 3T. Fokusnya pada pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap bermedia digital, sekaligus mampu menerapkan etika bermedia digital dalam berinteraksi, berpartisipasi, berjejaring, dan berkolaborasi.

2. Revisi dan upgrading modul berdasarkan riset proses dan efek dari penerapan modul ini.

Perluasan Kurikulum Etika Media di luar empat etika dasar.

Tujuan Bahasan Netiket

Tujuan

Penjelasan

Memahami etika berinternet

Memahami adalah kemampuan menjelaskan etiket dalam ruang digital.

Mengevaluasi etika berinternet

Mengevaluasi adalah kemampuan memberi penilaian atas pelaksanaan dan pelanggaran etiket di ruang digital. Baik yang dilakukan sendiri maupun orang lain.

Menerapkan etika berinternet

Menerapkan adalah selalu menjadikan etika sebagai panduan dalam pengalaman sehari-hari saat beraktivitas di ruang digital.


Sedang urgensi dari netiket bagi netizen adalah karena kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata. Pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat. Pengguna internet merupakan orang yang hidup dalam anonymous, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis atau tidak etis (Hartanto, 2019 dalam Frida dan Astuti, 2021). Sehingga kita dapat menyeleksi perilaku sesuai dengan netiket. Seperti terangkum dalam tabel berikut:

Menyeleksi Perilaku Netiket

Seleksi dan analisis informasi Sesuai netiket

Seleksi dan Analisis Informasi Tidak Sesuai netiket

Ingatlah akan keberadaan orang lain di dunia maya

Menyebarkan Berita Hoaks atau berita bohong dan palsu

Taat kepada standar perilaku online yang sama dengan yang kita jalani dalam kehidupan nyata

Ujaran Kebencian (provokasi, hasutan atau hinaan)

Tidak melakukan hal-hal yang dapat

merugikan para pengguna internet lainnya

Pornografi (konten kecabulan dan eksploitasi seksual)

Membentuk citra diri yang positif

Pencemaran Nama Baik

Menghormati privasi orang lain

Penyebaran Konten Negatif

Memberi saran atau komentar yang baik

Modus Penipuan Online (voucher diskon, penipuan transaksi shopping online)

Hormati waktu dan bandwith orang lain

Cyber Bullying (pelecehan, mempermalukan, mengejek)

Mengakses hal -hal yang baik dan bersifat tidak dilarang

Perjudian Online (judi bola online, blackjack, dan casino online)

Tidak melakukan seruan atau ajakan ajakan yang sifatnya tidak baik

Cyber Crime, yaitu ancaman keamanan siber (pencurian identitas, pembobolan kartu kredit, pemerasan, hacking)


Ketidakpahaman atas netiket bisa menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan, karena internet memiliki jejak digital yang tidak mudah dihapus. Jejak digital atau yang disebut IDC (International Data Corp) sebagai “digital shadow” merupakan suatu kapsul yang menampung segala informasi aktivitas pengguna internet (Zaenudin, 2018).

Waspada Konten Negatif

Saat ini kita dapat memperoleh informasi dengan sangat mudah. Dengan bantuan gawai atau telepon seluler di genggaman yang terhubung internet, kita bisa mendapatkan berbagai informasi yang kita kehendaki maupun yang tidak kita kehendaki.

Selain itu dengan bantuan teknologi kita juga bisa menciptakan dan menyebarkan informasi ke banyak orang. Hal tersebut dipermudah setelah media sosial hadir di tengah kita. Media sosial adalah media yang memungkinkan penggunanya berpartisipasi dalam menerima dan mengirim informasi (Maning, 2016 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Soal akses memang terpecahkan berkat adanya teknologi, namun akses ini tidak hanya soal keahlian mencari atau menyebarkan informasi, namun juga terkait aspek etika, di mana kita memiliki tanggung jawab moral dalam penggunaan informasi. Tanggung jawab ini harus berdasar pada nilai respek atau penghargaan terhadap harkat-martabat manusia dan hak asasi manusia.

Ada dua hal penting saat berinteraksi di dunia digital. Pertama, penghargaan pada diri sendiri akan menjaga kepentingan kita di dunia digital. Kita akan bijak mengekspos diri kita melalui pesan yang kita buat dan bagikan. Kedua, penghargaan pada orang lain bisa kita lihat contoh penerapan prinsip tersebut pada media sosial. Perkembangan media sosial yang awalnya untuk mempererat hubungan antar pengguna, lalu mulai bergeser ketika ada ada pihak-pihak yang memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan SARA. Sehingga ada baiknya kita memahami konten negatif dan mewaspadainya.

Definisi konten negatif jelas tertulis dalam UU ITE. Konten negatif ada dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.

Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA) (Posetti & Bontcheva, 2020 dalam Frida dan Astuti, 2021). Beberapa fenomena konten negatif adalah sebagai berikut:

Konten

Fenomena

Hoaks

Hoaks, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Kata ini sangat populer belakangan ini di Indonesia. Berbagai peristiwa besar sering diiringi oleh kemunculan hoaks, misalnya seperti peristiwa politik, bencana alam, ekonomi, sosial dan kesehatan

Cyberbullying

Bentuk perundungan ini dapat berupa doxing (membagikan data personal seseorang ke

dunia maya); cyberstalking (mengintip dan memata-matai seseorang di dunia maya);

dan revenge porn (membalas dendam melalui penyebaran foto/video intim seseorang).

Hate speech

Pengertian ujaran kebencian atau hate speech adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok.


Cara melawan konten negatif

Cara melawan konten negatif diantaranya adalah memverifikasi informasi. Kita wajib melakukan cross check untuk menguji kebenaran suatu informasi. Langkah verifikasi akan mengurangi resiko menjadi korban dari konten negatif. Kita menguji kebenarannya dengan mencari informasi dari sumber-sumber lain yang kredibel. Lainnya adalah memegang prinsip kehati-hatian yang kita lakukan agar secara tidak langsung juga dapat berimbas pada orang-orang yang mengirimkan informasi yang salah. Apakah kita perlu menyebarkan setiap informasi yang kita miliki? Kita perlu memiliki beberapa pertimbangan sebelum menyebarkan suatu informasi. Apakah informasi ini benar? Apakah informasi ini penting? Apakah informasi ini bermanfaat bagi keselamatan dan perbaikan situasi masyarakat jika disebarkan? Gunakan kreatifitas kita untuk memproduksi/membuat konten yang bermanfaat, yang tidak merugikan orang lain dan diri kita. Membanjirnya konten negatif tidak boleh didiamkan. Kita bisa berpartisipasi dengan memproduksi dan menyebarkan konten positif di internet. Hal ini untuk membuat konten positif mudah ditemukan di internet oleh masyarakat. Perilaku ini menjadikan kita sebagai orang yang peduli untuk menciptakan komunikasi yang sehat di internet (daring), seperti juga di dunia nyata (luring).

Posting Komentar untuk "Etika Bermedia Digital"